Disela-sela kesibukanya, dengan ramah dan bersahabat Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) menyempatkan diri untuk berbagi pengalamanya, Prof. Dr.dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K), di kediamanya,komplek Tasbi II, Blok 4, No. 96 Medan, Sabtu (26/10)
Dia mengatakan, ia mempunyai pengalaman yang tidak terlupakan hingga saat ini, kejadianya sekitar tahun 1986an, pada waktu ia pertama kali menjadi pegawai negeri tepatnya didaerah Aceh Utara Kecamatan Lhok sukon sekitar 2,5 tahun. Ia dianggap hendak mematikan keturunan orang Aceh
“Pada waktu itu ada program pemerintah untuk dijalankan puskesmas, namanya Kres Program Anti Tetanus, yang diperuntukkan untuk ibu-ibu hamil dan wanita hendak menikah.Kewajiban kami (Puskesmas) untuk memberikan imunisasi mencegah tetanus dalam melahirkan. Pelaksanaan programnya sangat rumit sekali, karena masyarakatnya masih awam, mereka masih terbelakang , belum paham kesehatan pada waktu itu, bahkan mereka tidak mau diberikan imuninasi mencegah tetanus,” paparnya
Sumber : https://medan.tribunnews.com/2013/10/26/prof-delfitri-munir-pernah-dianggap-hendak-membunuh-keturunan
Dia menambahkan, warga Kecamatan Lhok sukon bukan hanya tidak mau bahkan curiga terhadapnya belum lagi mereka kaitkan dengan akan datangnya warga Transmigrasi.
“Mereka curiga terhadap saya, mereka beranggapan akan membunuh bibit orang aceh, mereka mengatakan kenapa kalau pemberian tetanus hanya untuk wanita sementara pria tidak, mereka menganggap pemerintah akan merusak bibit Aceh , mau memandulkan Poh bibit dan menghilangkan orang Aceh melalui keturunanya yang nantinya akan digantikan penduduk transmigrasi,” jelasnya
Delfitri menuturkan, ia bahkan sempat disumpah dengan beberapa warga dan pernah mau dibacok .
“Pada waktu itu sempat disumpah, oleh beberapa warga untuk mengatakan bahwa program tersebut bukan untuk membunuh bibit (keturunan) orang Aceh. Pada waktu itu sempat mau dibacok dengan salah seorang suami ibu-ibu ketika hendak sosialisasi program tersebut, suaminya mengatakan kalau sempat masuk rumah saya bacok, banyak desa yang menolak, penolakanya sangat hebat diluar dugaan,” sebutnya
Dia mengatakan, guna memaksimalkan program tersebut ia membuat radio amatir, agar bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat Kecamatan Lhok sukon, sekitar 48 desa yang tergabung dalam kecamatan tersebut. Namun tetap tak berhasil hingga program tersebut berakhir.
“Sebagai dokter puskesmas harus siap 24 jam dipanggil-panggil oleh masyarakat, bahkan puskesmas tempat saya bertugas sebagai dokter mempunyai kegiatan menarik, seperti membuat persepak bolaan remaja (Sapujagat FC) usia pemainya dibawah 17 tahun selain itu membuat radio amatir (Radio Liana Broadcast) di Puskesmas, hingga hari H pelaksanaan program berakhir radio amatir tak memberikan pengaruh,” ujarnya
Delfitri menjelaskan, walaupun demikian radio amatir tersebut memberikan dampak baik, setelah ada radio amatir masyarakat bisa dijelaskan pelan-pelan.
“Bahkan masyarakat sering tanya jawab, waktu itu hanya ada telephon dirumah kepala desa, dan itu digunakan untuk masyarakat berkomunikasi dengan radio amatir yang saya buat, setelah disosialisasi dengan radio baru ada ibu-ibu yang meminta maaf mengenai kejadian-kejadian sebelumnya, posyandu juga mulai jalan dengan adanya radio amatir, masyarakat juga mulai banyak membeli radio-radio untuk mendengarkan saluran kami (10 Radius),” ungkapnya
Profil :
Nama: Prof. Dr.dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K)
Lahir: Solok, 26 Januari 1954
Istri : Elfiza Zhen
Hobby: Bermain Musik
Pendidikan : S1 Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,
Sp.THT-KL - Spesialis Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher - Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan: Dosen Fakultas Kedokteran USU (Sekretaris Progdi Doktor (S3) FK USU, Ketua IKA FK UNAND
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Prof. Delfitri Munir: Pernah Dianggap Hendak Membunuh Keturunan, https://medan.tribunnews.com/2013/10/26/prof-delfitri-munir-pernah-dianggap-hendak-membunuh-keturunan.